JPU KPK
Plt Gubernur, Ketahui Proyek Palampang-Munte
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menghadirkan lima orang saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah (NA)
SULSELNEWS - MAKASSAR - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menghadirkan lima orang saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah (NA), di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis 26 Agustus 2021.
Kelima saksi dimaksud, diantaranya Plt Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman, Kadis Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Rudy Djamaluddin, mantan Sekretaris Dinas PUTR, Edy Rahmat, mantan ajudan NA, Syamsul Bahri, mantan Kadis Bina Marga, Edi Jaya Putra, serta bekas Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel, Jumras.
Dalam keterangannya, Plt Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman mengaku mengenal Edy Rahmat ketika dilantik sebagai Sekretaris Dinas PUTR.
"Kalau seingat saya, (Edy) pernah menjabat di PUTR eselon IV. Saya kenal ketika mau pelantikan. Pak Edy saya taunya dari Bantaeng," terang Andi Sudirman di ruang sidang Harifin Tumpa, siang tadi.
Saat ditanya oleh JPU KPK soal proyek Plampang-Munte, Andi Sudirman mengaku mengetahuinya di akhir tahun 2020. Namun berapa nilai proyeknya, Andi mengaku kurang tahu.
Di sidang sebelumnya, kerap terungkap keterangan saksi, bahwasanya nama Gubernur Sulsel non aktif, Nurdin Abdullah (NA), sering dicatut untuk kepentingan pribadi oknum tertentu.
Seperti keterangan delapan saksi yang dihadirkan JPU KPK, pada sidang Kamis pekan lalu, dimana umumnya hanya mengaku mendapatkan arahan tidak langsung dari NA untuk memenangkan kontraktor tertentu yang mengikuti lelang proyek.
Kedelapan saksi dimaksud, adalah staf Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Sekretariat Daerah Pemprov Sulsel, masing-masing Andi Salmiati, Syamsuriadi, Abd Muin, Munandar Naim, Andi Yusril Malombassang, Ansar, Herman Paludan dan Hizar.
Salah satu saksi, Andi Salmiati mengaku, mendapat perintah dari Kepala BPBJ Setda Pemprov Sulsel, Sari Pujiastuti saat itu untuk memerhatikan kontraktor tertentu, berdasarkan arahan dari NA.
"Saya pernah dipanggil sama ibu Sari, bahwa untuk proyek ruas Palampang-Munte, ada arahan dari Bapak (NA)," terang Andi Salmiati yang sekaligus ditugaskan sebagai anggota Pokja II.
Lebih lanjut dia menjelaskan, kendati ada arahan tertentu, pihaknya juga tetap mengedepankan evaluasi dokumen peserta lelang secara baik.
"Katanya ada arahan dari Bapak (NA), kami menjawab silahkan. Namun kami tetap meminta dokumen sesuai aturan yang ada. Itu pendapat kami anggota Pokja II," tandasnya.
Sama halnya yang diungkap Syamsuriadi, saksi lainnya di Pokja II.
Dia mendapat perintah dari atasannya, Sari Pudjiastuti, kalau memenangkan perusahaan tertentu atas arahan dari NA.
"Saat itu ada tujuh perusahaan yang masuk lelang, diantaranya PT Cahaya Serpang dan PT Maccini Lolo. Namun saya hanya kenal Direktur PT Cahaya Serpang, Andi Gunawan, dan perusahaannya pun memenuhi syarat," akunya.
Seperti diketahui, proyek pekerjaan jalan poros Palampang-Munte, menggunakan biaya DAK 2020 sebesar Rp15,7 miliar. Para saksi mengaku hanya mendapat arahan dari atasannya, Sari Pudjiastuti, kalau ada atensi dari NA. Padahal, dalam keterangan terdakwa NA sebelumnya, pada sidang Kamis 10 Juni 2021 lalu, mengaku tidak pernah memberi atensi, apalagi memerintahkan bawahannya untuk memenangkan kontraktor tertentu.
"Demi Allah, apa yang dikatakan Ibu Sari itu (arahan Bapak) memfitnah saya. Saya tidak pernah sekalipun menyuruh dia untuk melakukan itu,” bantah NA saat itu.
Pihaknya lantas lebih tegas menjelaskan, kalau justru meminta Sari untuk selalu melaksanakan proses lelang sesuai aturan yang berlaku.
“Setiap kali saya ketemu (Sari Pudjiastuti), saya sampaikan agar proses (lelang) harus benar. Itu selalu saya sampaikan. Dan jangan pernah ada permintaan khusus kepada kontraktor,” ujarnya yang kecewa terhadap Sari yang salah penafsiran atas arahannya.
Masih terkait proyek dimaksud, NA pun mengaku pernah memanggil Sari, terkait adanya laporan kontraktor yang dimintai uang. Alhasil, total dana yang mengalir ke Pokja sebesar Rp150 juta, diantaranya dari kontraktor Haji Indar dan Haji Kemal untuk paket jalan di Kabupaten Toraja dan Palopo.
Terkait mencatut nama NA untuk kepentingan pribadi oknum tertentu, juga sudah diakui mantan Sekretaris Dinas (Sekdis) Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat, pada sidang Kamis 17 Juli 2021 lalu.
Edy mengakui jika NA sama sekali tidak tahu-menahu terkait pertemuannya dengan kontraktor, dan tidak pernah mendapat perintah dari NA untuk menerima dana, antara lain dari Agung Sucipto (AS).
"Saya tidak pernah mendapat perintah secara spesifik dan bahkan tidak pernah menghubungi gubernur secara langsung. Bapak (NA) memang tidak tahu, jika uang AS ada di saya, nominalnya pun dia tidak tahu," aku Edy dalam kesaksiannya, 17 Juli lalu.®
Editor :Firman Syam
Source : Humas Sekprov Sulsel